Selamat Milad UKMK Al-Furqan ke-13

Diusia ke-13 ini, semoga Al-Furqan bisa menjadi pembeda yang merangkul segala kalangan, demi tegaknya agama Allah SWT

Pembina Al-Furqan berfoto dengan Ketua Umum Al-Furqan

Oh....kita ya Milad ya. Selamat, selamat...kata pembina alfurqan,

Rektor UPI YPTK Bersama dengan Ketua Umum Al-Furqan pada Milad Ke-13

Selamat Milad ya, tutur Bapak Sarjon Depit kepada Ketua Umum Al-Furqan

Berfoto Dengan Dekan Fakultas Ilmu Komputer

Selamat Milad,,,,Semoga berjaya

Karya Tangan Akhwat Al-Furqan, Pada Milad ke-13

Happy Milad Al-Furqan, "One Action One Destination"

Selasa, 22 April 2014

Terperangkap Digudang Emas

Terperangkap di gudang emas
Buku yang ditulis berdasarkan pengalaman salah satu ikhwah yang telah banyak berkecimpung didunia dakwah kampus khususnya UKMK Al-Furqan UPI YPTK Padang. Buku yang dilauncing pada perpisahan alumni UKMK Al-Furqan pada 20 April 2014 lalu juga bertepatan dengan perayaan Milad Al-Furqan yang ke -13.

berikut sedikit kutipan isi buku yang berjudul Terperangkap Digudang Emas  "Sebuah kisah cerita yang menjadi suatu pelajaran yang sangat berharga bagi saya dari awal memasuki universitas putra indonesai sampai saya keluar dari universitas ini, kenapa saya harus menuliskan sebuah cerita ini pada beberapa lembar kertas ini, supaya suatu saat nanti mengingatkan saya pada kenangan-kenangan dan perjalanan dan perjuangan saya selama 3.5 tahun di universitas putra Indonesia, dan saya berharap kertas kertas ini akan mengingatkan saya untuk bisa berbagi dengan orang orang yang sama sama berjuang dengan saya, dan menjadi bayang-bayang saat saya mencapai cita – cita tertinggi saya nanti".

Mau baca selengkapnya, silakan | Download |

Nb: Silakan hubungi no 085274036540, untuk mendapatkan password buku (demi keamanan)

Ketika Ikhwan Tersenyum

Ikhwah
Untuk semua ikhwan dan akhwat yang mengazamkan dirinya untuk senantiasa berjalan di atas jalan dakwah ini. Untuk mereka yang senantiasa berdoa : Ya Allah karuniakanlah kepada kami keikhlasan, keistiqomahan, dan keteguhan dalam menempuh jalan ini.
Pengantar
Salah satu dari tiga alasan seorang Umar bin Khottob memilih untuk tetap eksis hidup di dunia ini adalah : Keindahan ukhuwah. Dua yang lainnya adalah kenikmatan qiyamul lail dan jihad fi sabilillah. Beruntung dan bersyukurlah bagi setiap kita, para aktifis dakwah, yang hari-harinya di penuhi dengan keindahan ukhuwah. Keindahan ukhuwah yang sedemikian agung. Terwujud dari yang paling rendah : salamatus shadr (lapang dada), sampai pada tahapan tertinggi : itsar (mendahulukan saudaranya dari diri sendiri).
Adalah sebuah fenomena riil, jika kita lihat kehidupan sehari-hari para aktifis dakwah. Maka akan kita temukan sekelompok manusia, atau sebuah komunitas yang cenderung lebih ceria, akrab, energik dan elegan. Jauh dari kesan kaku, kolot, galak dan beku! Diantara sekian keceriaan dan keakraban itu, muncullah anekdot-anekdot lucu atau pemaparan kisah-kisah unik yang menghangatkan ukhuwah diantara mereka.
Tulisan ini, adalah kumpulan anekdot dan kisah-kisah unik yang pernah penulis dengar, atau penulis alami sendiri dalam masa-masa interaksi bersama para aktifis dakwah tersebut. Apapun, harapan agung penulis menyusun ini adalah untuk menghangatkan ukhuwah di antara kita. Agar kembali ceria wajah-wajah kita. Agar lebih tulus senyum dan sapaan kita. Agar kita lebih siap menyambut pekerjaan-pekerjaan berat lainnya. Karena agenda dan proyek-proyek kita, jauh lebih padat dari jatah usia masing-masing dari kita. Wallahu’alam bisshowab. Selamat menikmati dan selamat meneruskan proyek-proyek dakwah antum!
Kumpulan Anekdot dan Kisah-Kisah Unik Aktifis Dakwah
1. Bughot di demo Gus Dur
Pada pertengahan tahun 2001 yang lalu, Jakarta kembali dimarakkan oleh demo-demo anti Gus-Dur, baik di Gedung DPR, Bundaran HI maupun langsung ke Istana merdeka. Banyak elemen masyarakat dan mahasiswa yang bergabung untuk turun ke jalan dengan membawa berbagai nama. Dan semakin hari, aksi turun ke jalan ini semakin sering dengan jumlah yang kian hari kian meningkat. Fenomena seperti ini meresahkan sebagian kalangan Nadhliyin yang menganggap Gus Dur sebagai perwakilan dan lambang identitas dari NU. Yang terjadi kemudian adalah munculnya wacana bughot (istilah fikih untuk pemberontakan pada pemerintahan islam yang sah) dari sebagian ulama NU yang dituduhkan pada mereka yang melakukan aksi demo tersebut. Wacana yang disertai tuduhan ini pun berkembang dimana-mana, dari mulai siaran TV, media massa sampai diskusi pembahasan fikih. Oleh para ikhwan, yang memang paling aktif dalam melakukan demonstrasi ini, tuduhan tersebut dijawab dengan enteng dengan sebuah senyuman, ” memang kita akui, bahwa sebagian besar dari kami adalah benar-benar seorang bughot, ya.. Bujangan berjenggot ! “
2. Pedagang Asongan pun tahu
Masih tentang demo anti Gus Dur, maraknya tuduhan bughot pada para demonstran membuat banyak masyarakat bertanya-tanya, siapa sebenarnya dan darimana datangnya para demonstran yang kian hari kian banyak dengan berbagai nama organisasi baru, selain organisasi yang jelas dan sudah lama eksis seperti KAMMI dan BEM SI. Tapi kebingungan seperti ini tidak melanda para pedagang asongan di sekitar bundaran HI dan istana merdeka. Mereka dengan jelas tahu persis siapa dibalik demo-demo ini. Seorang wartawan mencoba bertanya pada salah satu dari mereka.
” Anda tahu siapa sebenarnya dan darimana datangnya para peserta demo ini ?”
” Jelas kami tahu, mereka adalah orang-orang semacam KAMMI dan yang sejenis
itulah pokokmya ..! “
“Tapi, darimana anda tahu ? “
” Jelas kali, setiap kali mereka demo kami selalu dilanda kerugian, karena tak satupun dari peserta demo yang membeli rokok dari kami, dan hal ini tidak pernah kami alami, selain di demo yang dilakukan orang-orang KAMMI dan sejenis itu .”
” Oooo.. pantesan ..”
3. Menentukan Hari Demo
Dalam situasi genting dengan perkembangan peta politik yang demikian cepat membuat setiap ikhwah harus siap siaga. Kapan pun dan dimanapun ada panggilan, mereka harus segera berangkat untuk ikut turun ke jalan, bahkan mungkin dengan persiapan seadanya. Ada cerita, seorang ikhwah semalaman sudah belajar karena ada ujian (kuis) esok harinya, tapi setelah subuh mendadak ada telpon panggilan demo. Akhirnya ujian pun ditinggalkan untuk menunaikan tugas tersebut. Inilah susahnya bagi para perancang demo, untuk menentukan jam dan hari demo yang tepat agar banyak peserta yang datang dan ikut Karena jika tidak, jumlah peserta yang sedikit akan melemahkan semangat peserta demo dan mengurangi kekuatan pressure mereka.
Ada satu keunikan bahwa di Jakarta demo paling sering dilakukan hari Jumat setelah Jumatan, biasanya kumpul di Al Azhar. Dan yang paling jarang bahkan tidak pernah dilakukan adalah pada hari Sabtu. Salah seorang penggerak demo ditanya masalah ini dan mengatakan, bahwa pernah dilaksanakan pada hari Sabtu, tapi ternyata pesertanya sangat sedikit sehingga menjadi kurang efektif. Ketika ditanya ada apa dengan hari sabtu, beliau menjawab,
” Hari sabtu itu hari liqo’ nasional, kebanyakan ikhwah kita jadwal ‘ngajinya’ hari Sabtu, jadi demo boleh jalan, tapi ngaji juga tetap jalan terus..jangan sampai terganggu demo..”
4. Lagu-Lagu Demo
Masih tentang demo. Demonstrasi yang dilakukan para ikhwah pertengahan 2001 yang lalu memang agak unik. Dengan alasan pertimbangan keamanan, dalam demonstrasi para ikhwah di larang memperlihatkan segala atribut ataupun ciri keikhwahan. bahkan dianjurkan untuk tampil unik, gaul ataupun sedikit preman. Maka jangan heran kalau banyak di temui sosok-sosok ustad yang berpakaian sporty dan gaul. Dan keunikan pun muncul pada lagu-lagu yang ditampilkan. Kalau biasanya adalah lagu-lagu demo penuh nuansa perjuangan, maka pada kali ini banyak dipakai lagu-lagu jahiliyah yang diplesetkan. Ada lagunya Zamrud, Sheila On Seven, lagu dangdut sampai lagu Doraemon pun ikut diplesetkan. Entah darimana mendadak ikhwah kita hafal dan fasih dalam melantunkan lagu-lagu seperti ini. Tetapi masalahnya tidak berhenti di sini. Karena di saat yang sama, sebagaimana diceritakan oleh salah seorang al akh, bahwa dia pernah menjumpai sebuah demo tandingan yang dilakukan oleh Forkot dan elemen kiri lainnya. Ternyata dalam demo tersebut, mereka melantunkan lagu-lagu dengan nada nasyid-nasyid perjuangan milik Izzatul Islam yang juga diplesetkan !
Benar-benar sebuah gambaran pertarungan yang menyeluruh, sampai lagu demo pun ikut saingan !
5. Sebab Ketegangan
Peristiwa 11 September 2001 membuat perhatian dunia tertuju pada Amerika dan Afghanistan. Serangan membabi buta yang dilakukan Amerika mengundang reaksi keras dari seluruh muslim sedunia. Sedikitnya ada 2 negara besar yaitu Pakistan dan Indonesia, yang penduduknya merespon dengan demonstrasi yang besar-besaran dan tidak henti-hentinya.DiIndonesia, demonstrasi dilakukan oleh hampir semua elemen muslimin seperti GPI, FPI, FIS dan tak ketinggalan juga para ikhwah. Suatu demonstrasi dilakukan oleh sebagian ikhwah yang tergabung dalam KAMMI pada sekitar awal Oktober di depan gedung DPR/MPR. Ketegangan pun terjadi karena tuntutan untuk masuk tidak digubris oleh pihak keamanan, yang boleh masuk hanya perwakilan, padahal tentu semua tahu bahwa gedung itu adalah milik rakyat sendiri. Maka sebagian ikhwahpun yang sudah lama tidak berolahraga pun tergerak untuk menakut-nakuti polisi dengan menggerak-gerakan pintu masuk. Situasipun semakin panas karena, polisi sabhara pun tak membiarkan mereka masuk. Maka dorong-mendorong sangat dasyhat pun tak terelakkan, dan ketegangan pun terjadi dalam waktu yang cukup lama, namun pintu tetap tak terbuka. Sebagian ikhwah pun terus mencoba berunding, bahwa mereka akan masuk untuk ambil wudhu dan sholat Ashar saja, karena waktu ashar sudah tiba. Permintaan seperti inipun tetap tak digubris, akhirnya dengan nada putus asa seorang ikhwah dengan logat betawi berseru lantang, ” Susah ..! polisinya kagak ‘ngaji’ sih, jadi kagak bakalan ngerti.coba kalo polisinya ikut ‘ngaji’ ..dari tadi pasti pintunya udah dibuka !” Sebagian ikhwah yang ikut mendengar tersenyum simpul dan membenarkan dalam hati.
6. KAMMI Ganti Nama
Setiap kali Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) berdemo dan melakukan long march, maka yang akan banyak terlihat adalah barisan putih panjang yang terdiri dari para ABG ( Akhwat Berjilbab Gede) , yang dikelilingi oleh sedikit ikhwan sebagai boarders. Dari sini jelas terlihat bagaimana perbandingan jumlah ikhwan dan akhwat yang terlampau mencolok. Dan repotnya hal seperti berlangsung terus di demo-demo yang lain. Yang akhirnya membikin ciri khas khusus bagi demonstrasi yang dilakukan KAMMI, yang seolah-olah menggambarkan bahwa KAMMI hanya milik para akhwat. Akhirnya muncul usulan dari para ikhwan untuk mengganti nama KAMMI menjadi KAMMMI, karena alasannya sesuai sejarahnya, pertama kali pada jatuhnya orde baru tahun 1966 ada yang namanya KAMI dengan satu huruf M, kemudian disusul pada bangkitnya orde reformasi muncul KAMMI dengan dua huruf M. Maka sesuai perkembangan terakhir sekarang dimunculkan KAMMMI dengan tiga huruf M yaitu Kesatuan Aksi Mahasiwa Muslim Muslimah Indonesia.
7. S-2 dan S-3
Maraknya dakwah di Ibukota sangat mengharukan hati. Di kampus-kampus umum, sekolah dan masjid-masjid perumahan sering diadakan kegiatan-kegiatan dakwah yang beraneka ragam. Dari mulai ceramah biasa, diskusi remaja, pemutaran film, bedah buku, bazaar sampai ke tabligh akbar, semuanya semakin menambah marak kesejukan suasana Ibukota yang sudah penuh sesak. Semua ini kemudian diikuti dengan bertambahnya kebutuhan akan juru dakwah. Tapi kita tidak perlu khawatir, karena banyak sekali aktivis dakwah kita yang masih muda, baru S-1 ataupun masih kuliah yang sudah mendapat gelar Phd dan MBA. Dan ini banyak kita temukan di kampus-kampus. Gelar Phd ini disematkan bagi mereka yang benar-benar ‘Pakar Halaqoh dan Dauroh’, sedangkan MBA untuk ‘Murobby Banyak Akal !’ Ini di bidang dakwah, kadang ada juga istilah lain yang dipakai untuk menyindir sampai dimana ‘proses’ seorang ikhwan, seperti MBA dari ‘Murobby Belum Acc’ , dan MBM dari ‘Murobby Baru Mencarikan’, atau kalau sudah selesai prosesnya bisa disebut MBM juga, yaitu ‘Married By Murobby.!’
Ada juga gelar yang sudah cukup masyhur di kalangan aktivis dakwah yang di peruntukkan bagi lulusan Timur Tengah ataupun LIPIA, yaitu Lc. Tapi gelar Lc ini ternyata sekarang banyak dipakai oleh para aktivis muda kita, tapi yang ini berarti ‘Langsung Ceramah’.Dan kabarnya pula Xanana Gusmao, Presiden Timor Lorosae juga punya gelar Lc juga, yaitu ‘Lulusan Cipinang’.
8. Berbeda tapi ternyata sama
Seorang Akhi di UNS mendadak harus pulang ke kota kecilnya di belahan utara pulau Jawa, karena ayahnya dikabarkan masuk rumahsakit. Sebuah fenomena memang kalau di sebuah kota kecil yang tidak ada kampus ternamanya biasanya tidak banyak memiliki stock ikhwan ataupun akhwat. Tapi di rumah sakit, tepatnya di bagian mushollanya, pada waktu itu dengan firasat ikhwannyanya al-akh ini berhasil menemukan seseorang yang ‘disangkanya’ seorang ikhwan pula. Tapi keraguan itu membuatnya bertanya dengan malu-malu, “Assalamualaikum wr wb, Langsung saja Mas.. antum Ikhwan khan ? “. Yang ditanya sempat kaget, lalu tersenyum dan memjawab, ” Apa? bakwan ! eh..ikhwan ? Maaf bukan mas, saya dulu di JT tapi sekarang saya mantep di HT, insya Allah , “. Dengan agak malu karena sok tahu, akh kita ini minta ijin untuk undur diri sambil menyalahkan firasat ikhwaniyahnya yang gagal kali ini. Tapi sebelum ia beranjak, orang tadi memanggilnya kembali,
” Afwan Akhi, saya dulu memang di JT tapi ini Jamaah Tarbiyah bukan Jamaah Tabligh lho..”
” Terus kenapa sekarang masuk HT ?”
” Iya, dari dulupun saya ikut HT, Halaqoh Tarbiyah ..!”
“Oooo..sama semua ya..ternyata”
9. Nama Lain Ngaji
Pada suatu malam Ahad, seorang Akhi yang baru memulai sejarah dakwahnya pamit pada temannya se kostnya untuk pergi ‘ngapel’ ke rumah seorang teman. Teman se-kost itu yang kebetulan juga seniornya sangat khawatir dengan aktivitas ‘anak baru’ tersebut. Kemudian dengan diam-diam ia mengikuti langkah sang Akhi tersebut, yang ternyata masuk ke dalam seorang rumah ustad. Dan setelah ditunggu sekitar dua jam, akhirnya sang Akhi tersebut keluar dengan wajah penuh keceriaan. Sang Senior yang sudah penasaran dari tadipun langsung menginterogasinya,
” katanya ngapel, kok di rumah ustad ? “
” Ya Mas, yang ini bukan ngapel pacaran, tapi ngapel singkatan dari ‘ngaji pelan-pelan’ alias liqo’ “.
Begitulah, sesuai dengan situasi dan kondisi di suatu tempat kadang-kadang digunakan bahasa lain untuk lebih menyamarkan atau mengakrabkan aktivitas yang satu ini. Kalau di lingkungan kampus biasanya dikenal istilah Mentoring atau Asistensi, Di Yayasan Iqro’ club yang menangani anak-anak STM di Jakarta menyebutnya dengan DSL (Dakwah Sistem Langsung), beberapa ikhwan lain menyebutnya dengan istilah ‘Les Privat’ ataupun ‘kencan mingguan’,dan ada juga yang bikin istilah keren yang sama dengan sebuah paket acara televisi di Indosiar yaitu KISS (Kisah tentang Selebritis), tapi KISS yang ini berarti Kajian Islam Seminggu Sekali, ada juga yang menyebutnya Kajian Islam Sabtu sore, Senin Sore, Selasa Sore, atau Sabtu Siang, dan seterusnya.
10. Simatupang dan Situmorang
Dua dari sepuluh karakteristik ideal seorang dai adalah ‘Qowiyyul Jismi’ dan ‘Harisun ala waqtihi’. Idealnya seorang yang beraktifitas di jalan dakwah memang harus mempunyai ciri tersebut. Tapi ada cerita unik, tentang dua orang ikhwan yang kebetulan tinggal satu kamar di sebuah rumah kost-kostan. Keduanya kuliah di kampus yang sama, jurusan yang sama, dan kebetulan sama-sama bergabung dalam LDK (Lembaga Dakwah Kampus ) yang ada di kampusnya. Tapi yang menjadikannya berbeda adalah dari segi jam terbang dakwahnya.
Sebut saja akhi A, beliau setiap hari hampir jarang ada di kamarnya. Berangkat pagi hari habis sholat Subuh, kemudian sore pulang sebentar untuk ngambil sesuatu dan mandi, kemudian pergi lagi dan pulang sampai larut malam, itupun tidak setiap hari beliau pulang. Belum lagi kalo pas hari libur atau sedang kosong , tiba-tiba ada panggilan dakwah, maka beliau langsung pergi lagi walaupun jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam. Itu cerita tentang si A. Lain lagi dengan temen sekamarnya si B, beliau paling sering kelihatan di rumahnya, atau lebih tepatnya di kamarnya, atau lebih pasnya lebih sering kelihatan tidurnya. Pagi berangkat kuliah sebagaimana biasa, dan siang pulang kemudian di rumah terus sampai esoknya lagi, kecuali satu hari saja untuk ‘aktivitas ngaji’ di rumah seorang ustad. Perbedaan yang sangat frontal ini konon mendapat perhatian yang cukup serius dari ikhwah lainnya yang tinggal sekontrakan dengan mereka berdua. Akhirnya, walaupun keduanya bukan dari tanah Batak, mereka sepakat memberi nama marga di belakang nama mereka yang satu Simatupang untuk akhi A, yang berarti ‘ Siang-malam tunggu panggilan’ karena aktivitas dakwahnya yang begitu padat. Sedangkan untuk si Akhi B diberi gelar Situmorang, yang berarti ‘ Si ikhwan tukang molor doang !”
11. JAMES BOND ala ikhwah
Sudah menjadi fenomena umum bagi seorang ikhwah mahasiswa yang kuliah di kota besar semacam Jakarta, bagaimana sulitnya mencari sebuah kamar kost yang layak pakai fasilitas lengkap, situasi mendukung untuk dakwah sekaligus nyaman untuk belajar, deket kampus, dan tentu saja yang paling murah, istilahnya ‘harga mahasiswa’. Maka beruntunglah, karena ternyata banyak masjid di Jakarta, yang juga deket dengan kampus yang menyediakan sebuah tempat khusus bagi satu dua mahasiswa untuk tinggal di situ sekaligus ikut berpartisipasi dalam memakmurkan masjid. Maka sebagian dari mereka ada yang menjadi petugas muadzin, ada pula yang menjadi imam tetap, ada pula yang mengajar TPA dan mengisi kajian Ibu-Ibu. Dan alhamdulillah, tidak jarang kemudian Takmir Masjid memberikan uang kompensasi bulanan sebagai pengganti waktu dan jerih payah mereka. Tapi meskipun demikian ada juga beberapa mahasiswa lain yang ikut membantu kebersihan masjid, dan berfungsi ganda sebagai petugas kebersihan masjid atau yang biasa dikenal dengan istilah marbot. Mereka – mereka yang disebutkan tadi, dengan bangga menyebut profesi ini dengan istilah ‘James Bond’, yang berarti ‘ Jaga Mesjid dan Kebon’ !
12. Nasyid (1)
Sore hari di sebuah rumah kost para ikhwah di bilangan Jurangmangu, Tangerang. Suasana yang ada diantara para ikhwah yang sedang bersantai sangat akrab, sampai tiba-tiba seorang akhi yang baru beberapa hari pindah ke situ, ikut meramaikan suasana dengan bernasyid dari kelompok Suara Persaudaraan, Malang. Beberapa bait nasyid disambut atau diikuti para ikhwah yang lain, namun ketika si Akhi ini sampai pada sebuah bait di sebuah lagu yang ada di album Balada sebuah Dangau , yang berbunyi.
” Kulihat Bunga di taman.
Indah warna-warni dan menawan..”
Mendadak seisi rumah pada ramai, sebagian senior ada yang memperingatkan langsung pada sang munsyid.
” Bernasyid boleh akhi, tapi jangan langsung menyebut nama seseorang dong. bisa timbul fitnah nantinya !”
Si anak baru sampai di sini masih belum menyadari kekeliurannya. Usut punya usut, ternyata di organisasi remaja Masjid dekat perumahan tersebut ada seorang akhwat aktivis yang namanya juga memang ” Bunga ” !
13. Nasyid ( 2 )
Plesetan dari lagu ” Aku Anak Sholeh ” nya Harmoni Voice, STT Telkom Bandung.
Aku Ingin Nikah
Dengan Mahar Mudah
Tidak susah- susah
Rukuh dan Sajadah
Istri Solihah..
Harta yang berkah..
Walau ku sudah nikah..
Tetap berdakwah..
14. Nasyid (3 )
Bait-bait Nasyid yang didendangkan oleh Munsyid Izzatul Islam mempunyai ciri khas perjuangan dan semangat yang menyala-menyala. Tapi bukan ikhwah namanya kalau tidak punya kreasi lain dengan lagu-lagu tersebut. Tentu saja tujuannya untuk memprovokasi satu sama lain. Lihat saja perbandingan lagu asli dan plesetannya di bawah ini, yang diambil dari album ” Kembali “
Berkobar tinggi panaskan bumi
Membakar ladang dan rumah kami
Darah syuhada mengalir suburkan negri
Tiada kata lagi. kami harus kembali
Berkobar tinggi panaskan hati
Datang tawaran dari murobby
Foto-foto akhwat ada dihadapan kami
Tiada kata lagi..aku pilih yang ini !
15. Taaruf Unik
Seorang ikhwan yang kuliah di semester akhir berazzam untuk menyempurnakan separuh dien-nya. Sebagaimana biasa, beliau pun menghubungi ustadnya dan memulai proses dari awal sampai akhirnya tiba saatnya untuk taaruf, yaitu dipertemukan dengan calonnya. Tibalah hari dan jam yang telah ditentukan, dengan semangat seorang aktivis, beliau datang tepat waktu di sebuah tempat yang telah di janjikan ustad. Taaruf pun dimulai, sang akhi duduk disebelah murobby, sementara agak jauh di depannya sang akhwat di temani murobbiyahnya dengan posisi duduk menyamping menjauhi sudut pandangan si ikhwan. Setelah sekian lama berlalu tak ada pembicaraan, sang murobby berbisik pelan pada mad’unya yang malu-malu ini,
“Gimana akhi, sudah lihat akhwatnya belum, sudah mantap apa belum ?”
“Sudah Ustad, saya mantap sekali ustad, akhwatnya yang sebelah kiri itu khan?”
Murobbynya kaget, wajahnya berubah agak kemerahan. ” Eh..gimana antum ! yang itu istri saya !”
16. Belum Menikah
Memang susah jadi ikhwan bujangan, pasti banyak sindiran dan provokasi yang datang setiap saat untuk segera menyempurnakan separuh dien ini. Apalagi jika ia juga berprofesi sebagai seorang murobbi, maka setiap pertemuan mingguan pasti ada sindiran-sindiran kecil dari para mad’unya yang rata-rata juga belum menikah. Sebenarnya sang murobbi ini nggak enak dan takut juga kalau status bujangannya ini menghalangi anak buahnya untuk segera menikah.
Akhirnya pada suatu kesempatan mingguan, setelah sekian lama para mad’unya menanyakan masalah yang satu itu, sang murobbipun berpesan singkat di hadapan para ikwah di hadapannya,
” Ikhwan sekalian, untuk masalah pernikahan.. jangan jadikan status ana sebagai penghalang kalian menikah, cukup jadikan saja saya sebagai contoh atau tauladan ..! “
Para ikhwan yang mendengar pun terbengong-bengong keheranan.
17. Kriteria ( 1 )
Seorang Akhi muda yang baru lulus S-2 di luar negeri ditanya oleh ustadnya mengenai kriteria akhwat yang diinginkannya. Maka dengan segala idealisme sebagai seorang Ikhwan, mulailah ia mencari-cari kriteria dan menuliskan hampir lebih dari sepuluh kriteria, kemudian menyerahkan pada ustadnya tersebut. Kriterianya sangat bermacam-macam dan agak mengada-ada. Dari yang pertama dia harus seorang akhwat, cantik, pendidikan tinggi, Suku Sunda, berkacamata, lulus dengan cumlaude, hafal sekian juz. dan demikian seterusnya. Setelah diproses oleh sang ustad, akhirnya ia diberitahu bahwa tidak ada akhwat yang bisa sesuai dengan 10 syarat tesebut. Kemudian sang Ikhwan mengurangi kriterianya menjadi 9, setelah diproses sekian minggu ternyata hasilnya nihil. Kemudian sang ikhwan mengurangi satu lagi dari kriterianya menjadi delapan. Dan setelah ditunggu sekian lama hasilnya tetap nihil karena terlau ideal kata ustadnya. Dan demikian seterusnya setiap kali gagal sang ikhwan mengurangi satu kriteria. Sampai setelah lewat lebih dari dua tahun sang Ikhwan akhirnya menemukan pasangan hidupnya.Tapi itupun setelah kriterianya tinggal satu!
18. Kriteria ( 2 )
Seorang Akhi ditanya sang Murobby tentang kriteria seorang akhwat yang diinginkannya. Setelah beberapa saat berpikir, sang Akhi menjawab dengan malu-malu,
“Yang pertama Ustad, dia harus seorang yang cukup cantik.”
“Astaghfirullah Akhi, bukannya Rasulullah menyuruh kita untuk mengutamakan
agamanya dulu ? “
“Yang itu sih bukan masalah ustad ? “
“Bukan masalah bagaimana akhi, ada hadist nya lho ..”
“Khan yang namanya akhwat pasti berjilbab gede, berarti semuanya kita anggap sudah punya pemahaman agama yang cukup baik, sekarang tinggal kriteria selanjutnya yaitu yang cantik “
” Antum bisa aja cari alasan !”
19. Kriteria (3)
Lagi-lagi seorang Ikhwah diinterogarsi oleh murobbinya tentang calon akhwat yang diinginkannya. Ikhwan yang satu ini tampaknya sudah kena blacklist sama murobbinya karena selalu menolak memberi kriteria ketika ditanya.
” Akhi, ini yang terakhir kalinya, kira-kira seperti apa akhwat yang antum inginkan menjadi pendamping antum dalam berdakwah”
“Sudah deh ustad, ane nggak banyak minta, yang asal-asalan aja “
Sang Murobbi pun bengong dibuatnya, “Asal-asalan bagaimana maksud antum ?
Antum kan punya hak untuk mengajukan kriteria.”
“Maksud ane, asal sholihah, asal cantik, asal kaya, asal hafal Qur’an, asal pintar, dan asal-asalan yang lainnya .”
“Pantes saja antum nggak nikah-nikah !”
20. Banyak Amanah
Ini cerita lagi tentang seorang akhi dan berbagai permasalahannya. Ikhwan yang satu ini memang dikenal dalam kelompoknya sebagai seorang aktivis kelas berat di kampusnya. Namanya pun tercatat hampir di setiap struktur organisasi intra atau ekstra kampus yang kredibel baik yang umum maupun yang berbau dakwah. Dan mungkin juga karena kesibukannya tersebut beliau belum berani untuk menyempurnakan separuh diennya walaupun sudah beberapa kali di tawari oleh sang ustad. Dan suatu kali akhi kita ini datang terlambat dalam pertemuan rutin mingguannya di rumah ustad, suatu hal yang jarang terjadi karena sang akhi termasuk yang selalu ” harisun ‘ala waqtihi ” . Sang Ustadpun bertanya penuh selidik,
“Baru kali ini antum terlambat, ada masalah apa di kampus, atau di DPC mungkin ? “
“Ah enggak ustad, afwan nih, biasa anak-anak LDK bikin dauroh rekrument dan tadi habis Ashar ane diamanahi untuk ngisi , dan afwan juga ustad, nanti mungkin ane izin pulang lebih dulu, karena ada amanah juga ngisi anak-anak Remas di dekat kost ane.”
“Akhi, antum tahu nggak kelemahan antum selama ini..?”
“Enggak tahu Ustad”
“Antum ini terlalu punya banyak amanah tapi tidak satupun ‘Aminah’ yang antum punya, jadinya ya seperti itu lah..”
Al Akh yang satu inipun tertunduk tersipu-sipu, sudah bujangan diledek lagi. Sementara para ikhwan yang lain yang semuanya sudah berkeluarga, tertawa ringan penuh kemenangan.
21. Poligami
Seorang Akhi baru saja melangsungkan pernikahan dakwahnya dengan seorang akhwat yang sama-sama berjiwa aktivis pula. Minggu-minggu awal pun dilalui dengan penuh ceria, Qiyamul-lail berjamaah, baca Al-Ma’tsurat sama-sama, tabligh akbar bersama bahkan sampai demo dan longmarch pun dilakukan sama-sama. Suatu ketika setelah pulang dari suatu acara seminar bertemakan Poligami, pasangan ini terlibat dalam pembicaraan serius,
“Bagaimana Mi, pendapat Ummi tentang poligami secara umum “
“Abi, secara umum poligami tidak ada nilai buruknya sebagaimana yang digemborkan banyak orang, bahkan itu merupakan solusi satu-satunya lho.”
“solusi bagaimana maksud Ummi ?”
“Maksudnya, coba deh abi lihat, berapa perbandingan jumlah ikhwan dan akhwat, di Jakarta aja lebih dari 1 : 7, kalau semuanya dapat satu-satu, maka bagaimana nasib yang tiga lainnya? “
“Kalo Ummi sudah paham, bagaimana kalo kita yang memulai ?”
“Maksud Abi bagaimana ? “
“Abi mau poligami, tapi yang cariin calonnya ummi saja ya.”
“Apaa..! abi mau poligami ? “
“Ya dong, khan Ummi sendiri yang bilang tadi, ingat ini juga sunnah Nabi Muhammad SAW lho..”
“Wah ! kalo begitu abi salah menafsirkan Siroh Nabawiyah, khan Rasul berpoligami setelah istri pertamanya Kahdijah ra, meninggal.
Nah! Jadi abi boleh menikah poligami sampai empat pun boleh, asal setelah Ummi, istri pertama Abi ini, meninggal, OK ?”
“Ini pasti Murobbiyah ya yang ngajari..?”
Sang istri tersenyum manja penuh kemenangan
22. Fatwa Menikah
Suatu sore di akhir Ramadhan, beberapa orang ikhwah tampak sedang bercengkrama di teras masjid Baitul Hikmah, Cilandak sambil menunggu waktu berbuka puasa. Mereka semua adalah para peserta I’tikaf Ramadhan yang datang dari tempat yang berbeda-beda. Dan mereka kini terlibat pembicaraan serius tentang kegiatan dakwah di kampusnya masing-masing. Beberapa saat kemudian datang seorang Ikhwah dengan tergesa-gesa, membawa suatu kabar.
” Assalamualaikum wr wb, Ikhwan semua, antum sudah dengar belum ada fatwa terbaru dari Dewan Syariah, baru keluar pagi tadi lho !”
Dengan serempak mereka menjawab,
” Waalaikum salam, fatwa terbaru tentang apa akhi ? “
” Tentang Menikah !”
” Menikah ? apa saja isi fatwa tersebut ? “
” Isinya cuma satu pasal tapi penting, bahwa mulai sekarang seorang Ikhwan tidak boleh menikah dengan akhwat satu kampus.”
Semua ikhwah yang mendengar terkejut, dan saling memberi komentar satu sama yang lain.
“Apa alasannya akhi, khan tidak melanggar syar’i ?”
“Kok bisa begitu, lalu bagaimana sama yang sudah berproses, langsung dibatalkan ya ..”
“Ane kira ini untuk kepentingan perluasan dakwah juga ..”
“Kalau ane sih milih sami’na wa atho’na saja..”
Setelah beberapa saat terjadi tukar pendapat satu sama lain, akhirnya sang Akhi yang datang bawa kabar tersebut dengan mimik serius menjelaskan,
“Tenang Akhi.., fatwa tersebut memang harus di dukung dan ada dalilnya kok, bukankah Syariah Islam membatasi seorang Ikhwan untuk menikah hanya sampai dengan empat orang akhwat, maka bagaimana mungkin seorang ikhwah mau menikah dengan ‘akhwat satu kampus’ yang jumlahnya ratusan ..!”
23. Kartu Undangan Walimah
Pernikahan para aktivis dakwah memang selalu unik, banyak kisah dan ibroh yang kita dapatkan. Semuanya menjadi hal yang selalu diperbincangkan oleh masyarakat awam. Dari mulai hijab dan pemisahan tempat duduk para tamu undangan, nasyid yang disajikan, sampai disembunyikannya pengantin perempuan. Hal-hal seperti itu kadang membikin banyak pertanyaan besar di pandangan masyarakat awam, bahkan ada yang sampai menuduh sebagai Islam Jamaah, Islam fundamentalis, Aliran baru dan lain sebagainya. Sampai akhirnya ada juga Ikhwah yang kreatif dengan menuliskan pesan singkat di Kartu Undangan Walimah untuk mengantisipasi hal ini. Mungkin di Kartu Undangan Resepsi yang umum sering kita temui tulisan sebagai berikut :
“Dengan tidak mengurangi rasa hormat kami, alangkah baiknya jika tali asih atau cinderamata yang akan diberikan tidak dalam bentuk barang.”
Maka di Kartu Undangan Walimah ala Ikhwan dibuat sedikit perubahan untuk antisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti berikut :
“Dengan tidak mengurangi rasa hormat kami, Resepsi Pernikahan ini akan dilaksanakan sesuai Adab Islam dengan pemisahan tempat duduk antara tamu pria dan wanita.”
24. Perbandingan Jumlah
Setiap kali tema Poligami dibicarakan, pasti dihubungkan dengan perbandingan jumlah kader ikhwan dan akhwat. Masalah keterpautan yang cukup jauh ini memang cenderung mengkhawatirkan banyak kalangan. Dan juga perbandingan di suatu daerah tidak sama dengan daerah yang lain. Di Jakarta ada yang mengatakan 1:7, sumber lain menyebutkan angka 1 : 13 , sementara di Solo, Malang dan kota-kota mahasiswa yang lainnya pun menyebutkan angka perbandingan yang hampir sama. Akan tetapi di daerah pinggiran ataupun luar jawa yang terjadi mungkin sebaliknya, jumlah ikhwan lebih banyak dari jumlah akhwatnya. Memang secara realita dapat kita lihat secara jelas ketika ada acara aksi-aksi demo dan lain sebagainya, bahwa jumlah peserta akhwat pasti cenderung lebih banyak, bahkan kadang mencolok. Tapi realita seperti ini kadang masih bisa dibantah. Salah seorang ikhwan kita mencoba menganalisa hal ini dengan lebih obyektif,
” Adalah suatu kekeliruan ketika kita melebih-lebihkan perbandingan jumlah kader ikhwan dan akhwat, hanya dengan melihat sekilas dalam suatu acara-acara demonstrasi dan sebagainya. Banyak perhitungan yang mengatakan jumlah akhwat jauh lebih banyak karena secara performance, sosok akhwat memang lebih mudah dihitung dan dideteksi dengan melihat ‘Jilbab Panjangnya’, dan deteksi ini tidak berlaku bagi kalangan ikhwan. Kalau kita menghitung jumlah ikhwan hanya dengan melihat baju taqwanya, atau jenggot tipisnya, maka kita hanya akan mendapatkan jumlah yang sangat kecil. Performance seorang ikhwan tidak bisa dibatasi dengan baju taqwa dan jenggot saja. Berapa banyak sosok ikhwan yang kita kenal adalah orang-orang yang berpenampilan paling sporty, paling modis, funky dan ada juga yang berambut panjang. Kalau saja kita menggunakan hitungan dengan memperhatikan sisi yang lebih luas seperti ini, kemungkinan besar akan kita dapatkan perbandingan jumlah yang lebih seimbang antara ikhwan dan akhwat !!! “
25. Gang Jenggot
Kawasan Bangka, Mampang Jakarta Selatan banyak disebut sebagai kawasan harokah. Adalah Yayasan AlHikmah, yang disebut oleh Majalah Suara Hidayatulah sebagai ‘Pusat Inkubasi Aktifis Harakah’ yang selama ini menarik minat para ikhwan dan akhwat dari seluruh penjuru nusantara untuk menuntut ilmu dan bermukim di sekitar situ. Berbagai program diselenggarakan oleh Yayasan ini, dari mulai Tahfidz, Tahsin, PBAT sampai Kuliah Dirasat Islamiyah khusus untuk para akhwat. Mungkin itu semua yang menyebabkan hampir setiap hari jalan-jalan di kawasan tersebut di penuhi oleh kawanan-kawanan PJM* atau para ABG**. Salah satu jalan yang paling strategis dan paling sering dilewati oleh para ikhwah kita adalah Jalan Bangka V, yang mempunyai banyak sejarah dan cerita…
Sore itu metromini no 77 dari Blok M menuju Ragunan tampak berjalan pelan-pelan penuh dengan penumpang yang beberapa diantaranya adalah para ikhwan dan akhwat yang hendak menuju kawasan AlHikmah. Seorang mahasiswa ikhwan lengkap dengan atributnya (baju koko, jenggot tipis dan tas punggung) tampak sedang khusyuk bergelantungan di samping pintu. Sang Kondektur pun datang menagih ongkos. Kemudian dikeluarkanlah dari sakunya satu lembar limaratusan,..
“Apa-apaan ini ? kok Cuma lima ratusan!”, protes sang Kondektur.
“Biasa Mang, Mahasiswa.”, sahut sang Akhi dengan senyum kalemnya.
“Mahasiswa kok berjenggot ! mana ada !”, protes sang kondektur kesal. Akhi kita ini memilih diam saja. Ia masih berdiri di dekat pintu, dan berdiri disampingnya sang Kondetur dengan wajah penuh dendam.
Metromini itupun terus berjalan menuju arah Kemang, sampai setelah dekat jalan Bangka V, Sang Kondektur yang sudah hapal bahwa sang Mahasiswa Berjenggot akan turun di sana, berseru lantang..
“Ya..kiri.. gang jenggot.., gang jenggot, gang jenggot..kiri..”
Dan sejak saat itu Jalan Bangka V punya nama lain yang unik, gang jenggot !.
* = Persatuan Jenggot Melambai
**= Akhwat Berjilbab Gede
26. Menundukkan Pandangan
Masih cerita di sekitar kawasan Al Hikmah, Jakarta Selatan. Suatu sore menjelang maghrib, hujan baru saja berhenti dan cuaca masih agak mendung. Jalan dan selokan di kawasan tersebutpun masih tergenang oleh air Seorang Akhwat berjalan sendirian menuju jalan Bangka Raya, beliau baru saja pulang dari kursus bahasa arab di PBAT. Sementara beliau berjalan, dari arah yangberlawanan muncul seorang ikhwan yang juga hendak menuju masjid Al-Hikmah untuk kursus di PBAT. Sebagaimana biasa, yang sudah merupakaan ciri tersendiri bagi seorang akhwat, ketika berpapasan dengan seorang ikhwan seolah-olah bagaikan bertemu dengan seekor harimau yang siap menerkamnya. Maka mulailah sang Akhwat menundukkan pandangannya, berjalan menepi ke arah kiri dengan cepat untuk menghindari jarak radiasi dengan sang ikhwan. Namun mungkin karena kurang hati-hati dalam melangkah dan tidak sadar, sang akhwat tercebur dan jatuh di sebuah selokan yang penuh dengan air. Karena tidak banyak orang yang ada pada waktu itu, akhirnya dengan menggunakan tali yang ada pada tasnya, terpaksa si Ikhwan ikut membantunya keluar dari selokan tersebut. Dan sang akhwat harus berterima kasih pada ‘Harimau’ yang tadi ditakutinya itu.
27. Wasiat Tambahan Imam Syahid
Percepatan dan perluasan dakwah yang melanda Indonesia sejak 4 tahun terakhir ini menimbulkan banyak perubahan dan tuntutan-tuntutan bagi seorang dai. Pekerjaan-pekerjaan dakwah yang kian beragam mulai menjangkau semua wilayah dakwah, dari mulai pendidikan, ekonomi sampai politik. Dan semua itu melahirkan konsekuensi bagi seorang dai untuk mampu mengatur waktunya yang terasa kian sempit dipenuhi beban-beban dakwah. Ada kalanya seorang aktifis harus pergi pagi dan pulang sampai larut malam untuk sebuah kegiatan dakwah.Fenomena yang terjadi kemudian adalah banyaknya aktifis dakwah kita yang merubah atau mengganti jam tidurnya. Sebagian dari ikhwah kitapun terpaksa terbiasa tidur setelah sholat Subuh, sebelum memulai pekerjaan barunya. Dan ini bisa merupakan masalah besar ketika menjadi sebuah kebiasaan bagi seorang aktifis. Akhirnya dari kenyataan tersebut muncul sebuah anekdot yang pernah dilontarkan seorang ikhwan,
“Kalau saja Imam Syahid mengetahui keadaan ikhwah kita sekarang, mungkin beliau akan menambahkan sebuah wasiat lagi dalam sepuluh wasiatnya yang terdahulu, yaitu wasiat untuk tidak tidur lagi setelah sholat Shubuh !”
28. Ustad Kiri Ustad Kanan
Istilah ‘kiri’ biasa diartikan pada hal yang berbau marxis, Lenin dan beberapa tokoh komunis, sosialis lainnya. Tapi dikalangan ikhwah sendiri, istilah ini bukan barang asing. Sampai untuk istilah ustad pun mengenal ustad kanan dan ustad kiri. Disebut ustad kanan bukan berarti karena ia seorang fundamentalis atau bergaris keras, sebaliknya juga disebut ustad kiri bukan karena ia pro sosialis yang revolusioner. Sebutan ini melainkan hanya untuk membedakan latar belakang studi atau ilmu yang digelutinya. ‘Ustad kiri’ buat para aktivis atau dai yang kalau membaca buku dari huruf paling kiri terus ke kanan alias buku-buku berhuruf latin dan berbahasa Indonesia berarti berlatarbelakang ilmu umum, sedangkan sebaliknya sebutan ‘Ustad Kanan’ untuk para ustad yang membaca bukunya dari kanan ke kiri, alias buku-buku berbahasa arab, yaitu yg berlatar belakang ilmu syariah !
29. Empat Perempat KAMMI
Sebuah acara dialog yang diselenggarakan sebuah kampus di bilangan Jakarta Selatan menghadirkan pembicara seorang Ketua Umum KAMMI pada waktu itu. Peserta yang kebanyakan para ikhwan dan akhwat dari kalangan mahasiswa mendengarkan dengan antusias dan bersemangat. Pada sesion tanya jawab pun bermunculan banyak soal yang kritis menanyakan posisi dan independensi KAMMI sebagai organisasi mahasiswa yang netral. Seorang Akhwat berdiri dan dengan antusias bertanya kepada sang ketua KAMMI yang dari tadi teguh menyatakan bahwa KAMMI tidak berafiliasi pada salah satu ormas ataupun partai tertentu.
“Anda bisa saja menyatakan bahwa KAMMI adalah organisasi mahasiswa yg independen, netral dan tidak berafiliasi pada salah satu ormas atau partai tertentu, tapi semua orang pun tahu bahwa kenyataan di lapangan mengatakan bahwa hampir sekitar tiga perempat anggota KAMMI adalah anggota & simpatisan sebuah partai dakwah, sekali lagi tiga perempat bung ! bgmn mungkin anda masih mengatakan kenetralan KAMMI dari elit politik?”, tanya Akhwat tersebut dengan cepat dan kritis. Mendengar pertanyaan dan pernyataan seperti ini, sang Ketua KAMMI tersenyum tenang dan -setelah dipersilahkan oleh moderator- iapun menjawab, ” pernyataan anda salah, dari mana anda mendapatkan angka bahwa tigaperempat dari anggota KAMMI adalah simpatisan & anggota sebuah partai dakwah? kami ingin mengoreksi bahwa yang benar sesuai catatan kami adalah bukan tiga perempat, melainkan empatperempat ..alias seratus persennya ..! “
30. Mendukung Poligami
Suatu ketika di sebuah resepsi pernikahan aktivis dakwah. Sebagaimana biasa, kedua mempelai belum banyak mengenal pribadi masing- masing pasangannya. Hal inilah yg kemudian menjadi incaran sang pembawa acara untuk dijadikan bahan ‘game’ sebagai hiburan bagi para hadirin. Tentu saja ini tidak sekedar game yang kosong tanpa makna, namun juga mengandung pesan dakwah kepada para hadirin.
Sang mempelai pria duduk tenang di singgasananya sendirian. Dan agak jauh dibalik hijab disampingnya duduklah pasangan putrinya. Akhi pembawa acara mulai mengomando jalannya game tersebut. Aturannya, sang mempelai putra akan ditanya tentang sesuatu dan jika jawaban tersebut benar menurut mempelai putri, maka sang mempelai putri akan menabuh gendang satu kali. Dan gendang akan ditabuh dua kali jika jawaban dianggap salah. Tentu saja hal ini ditujukan untuk menguji sejauh mana kekompakan kedua mempelai. Beberapa
pertanyaan diajukan, dan jawaban dari mempelai pria selalu dibenarkan oleh pasangannya, Sampai suatu ketika pembawa acara memberi pertanyaan yg berbunyi :
“Apa pendapat istri anda tentang sunah Rasulullah yg bernama poligami, mendukung atau menentang ?”
Sang mempelai pria pun dengan mantap dan tenang menjawab, ” mendukung !”
Tidak ada jawaban dari pihak mempelai putri. Yang ada malahan sedikit keributan di barisan hadirin putri. Namun alhamdulillah beberapa saat kemudian terdengarlah tabuhan gendang sebanyak satu kali pertanda mempelai putri pun setuju dan mendukung poligami. Para hadirin yg kebanyakan para ikhwah pun lega dan bertakbir dengan mantap.
Sesampainya di rumah, seolah tak percaya sang suami pun menanyakan kembali tentang dukungan istrinya tadi,
“Bener nih mi, mendukung poligami ?”
“wah, abi kurang yakin ya..? poligami sebagai sunah Rasul jelas harus kita dukung bi, tapi kalo abi yg mau poligami, itu jelas urusan lain bi.., enggak rela lah ! “. Sang istripun tersenyum manja penuh kemenangan.
31. Makan dan Kerja
Seorang ikhwah sedang dalam proses menuju pernikahan. Kali ini ia diundang oleh orangtua si akhwat – yang telah dikhitbah olehnya beberapa hari sebelumnya – untuk makan siang bersama di rumah sang Bapak. Sang mahasiswa sempat keder dan berusaha menolak undangan tersebut dengan berbagai macam alasan acara dan aktivitas. Namun alhamdulillah, sang ikhwah nampaknya tidak diundang sendirian, melainkan bersama keluarganya.
Tiba saatnya makan siang, kedua keluarga telah siap di depan meja makan. Sang Akhwat tak nampak di antara yang hadir, mungkin aktivitas dapur lebih menarik dan lebih ‘aman’ baginya. Sang Bapak pemilik rumah menawarkan pada pada para tamu untu segera memulai menikmati hidangan. Dan mulailah para tamu mengambil hidangan secara bergantian, dan menikmatinya. Adalah sudah menjadi gambaran umum bagi seorang ikhwah untuk selalu ‘itqon’ dalam setiap aktivitasnya. Demikian juga akhi kita tersebut, sebagaimana sudah menjadi ‘fitrah’ dan kebiasaannya di kost-kostannya yang dulu, ia pun makan dengan lahap dan cepat, jauh meninggalkan para hadirin yang lain. Bagi para ikhwah, hal tersebut adalah wajar dan manusiawi. Tapi bagi seorang calon mertua ?. Benar juga, sang calon mertua agak terkejut dengan aktivitas makan calon menantunya tersebut. Mungkin ia berpikir, ” kok ustad makannya banyak ya ? “. Keterkejutan ini berdampak pada perubahan wajah dan pandangan matanya. Keterkejutan tersebut tampaknya diketahui oleh Bapak sang Akhi, dan membuat beliau menjadi agak malu juga. Akhirnya sang Bapak Pemilik rumah tak bisa menyembunyikan keheranannya, dan berkata menyindir,
“Wah .., Nak Budi makannya lahap juga ya .? “.
Sang Akhi sempat kaget juga menyadari sindiran tersebut, demikian juga Bapaknya yang merasa ikut tersindir. Suasana seketika berubah menjadi serba kikuk dan canggung. Namun Akhi kita ini sudah terbiasa berhadapan dengan situasi seperti itu. Untuk memecahkan kebekuan singkat tersebut, dengan cepat ia menjawab secara yakin ,
“Iya Pak, kalau untuk makan saja nggak semangat, gimana nanti kerjanya .?”
Suasana menjadi hidup kembali, nampaknya semua sepakat dengan jawaban calon menantu tersebut. Kalau untuk makan – yang nota bene nikmat dan mudah- saja kita nggak semangat atau malas, bagaimana kalau kita dihadapkan pada sebuah pekerjaan atau aktivitas dakwah yang berat ?
32. Strategi Dakwah
Jalanan kota Jakarta siang itu, seperti biasa, macet. Bus P 4 jurusan BlokM – Pulau Gadung penuh dengan penumpang.Bus itu penuh penumpang, sebagian diantaranya berdiri menggantung lengan. Bus merambat pelan seolah masih menyimpan banyak fasilitas tempat duduk yang kosong. Satu demi satu artis jalanan mulai unjuk gigi. Menghias panas terik mentari dengan lagu-lagu bertemakan sosial dan kemasyarakatan. Kadang di hiasai sindiran ala politikus, tapi kadang dinodai oleh lirik-lirik sendu yang kurang pantas dilantunkan.
Ada yang aneh terlihat. Seorang bapak-seperti dari Madura- setengah baya memakai batik, peci, dan sarung – khas pendatang baru- duduk di tepi jendela dengan tenang. Tetapi yang membuat semua penumpang terheran, bapak itu asyik menjulurkan tangannya ke luar jendela. Bukan sekali dua kali, tapi malah terus-terusan tanpa beban. Sementara penumpang lain mulai berteriak memberi peringatan.
“Pak, Hati-hati.. tangan bapak dimasukkan bisa patah kena mobil nanti .” seru seorang ibu yang duduk di sebelahnya.
“Pak, kemarin ada peristiwa seperti itu. Tangan seorang kakek lepas saat terjulur keluar dan tersangkut pohon di tepi jalan..hi..ngeri.” seorang lainnya ikut menakut-nakuti.
Pak Kondektur pun tak tinggal diam. Tampaknya kesabarannya sudah menipis, aksen batak pun menambah ketegangan.
“Bah, ini orang tak tahu di untung, kalo tak lepas itu tangan, matilah kau.”
Tapi sang Bapak tak bergeming sedikitpun. Tangannya masih asyik terjulur dan mengayun-ayun di luar jendela. Sorot matanya yang lugu pun terkesan percaya diri. Seolah ia tahu apa yang dilakukan dan apa akibatnya. Sebenarnya apa yang ada di benak Bapak tersebut ?
Seorang ikhwan yang bergelantung agak jauh dari bapak tersebut segera bereaksi. Setelah mengamati gerak-gerik, sorot mata, dan mimik wajah tersebut, sang akhi ikut memperingatkan sang Bapak. Tapi peringatan ini lain dari seruan-seruan sebelumnya.
Dengan santun sang akhi berteriak ,
“Maaf Pak, kalau tangan bapak nggak di masukkan, nanti sayang lho kalo kena pohon, bisa hancur dan rusak pohonnya. Apalagi kalo kena tiang listrik, wah nanti tiangnya patah seluruh kota bisa padam listriknya Pak. Jadi saya usul dimasukkin saja pak tangannya, biar nggak terjadi kerusakan nantinya…. “
Mendengar usulan sang akhi tersebut, sang Bapak tampak tersenyum. Ia paham betul dengan peringatan tersebut. Nampaknya ia sepakat dengan sang akhi. Ia tidak ingin pohon-pohon dan tiang itu rusak karena ulah tangannya. Makanya dengan cepat ia tarik tangannya ke dalam bus kembali. Selesai persolan semua penumpang menjadi lega. Sebagian lain tersenyum sambil berbisik-bisik menduga-duga.
“Oooo..ternyata Bapak ini dari tadi percaya diri karena yakin dengan kesaktian tangannya tooo.. Alah-alaaaaaaaah., untung tadi nggak jadi nabrak pohon”
Dalam berdakwah, kita juga harus tahu bahasa yang terbaik bagi setiap orang tentu berbeda, sesuai dengan latar belakang objek dakwah masing-masing. Bukan sekedar bahasa dakwah, tapi bahasa dakwah yang terbaik. Akh kita tadi, telah memberi contoh yang sedemikian nyata. Bisakah anda bayangkan jika tangan sakti sang Bapak terbentur sebuah pohon besar ?
33. Masih mau Sekolah
Seorang ikhwan yang baru saja menyelesaikan studi S1 nya menghubungi sang Murobby. Apalagi kalau bukan untuk meminta sang ustad mencarikan jodoh terbaik baginya. Tentu saja sang akhi ini tidak sekedar ingin menikah, tapi juga siap menikah. Lho, apa bedanya ?.
Ingin menikah bagi seorang akhi cenderung bersifat objektif. Artinya ia menginginkan atau menuntut seorang akhwat -yang akan menjadi istrinya nanti – untuk tampil dengan performance dan sifat yang terbaik, menurutnya. Bisa jadi ia ingin seorang akhwat yang harus cantik, tinggi, pintar masak, cerdas, penyabar dan lain sebagainya. Atau bisa jadi ia menginginkan yang lebih spesifik misalnya seorang dokter, dosen, hafidzah, atau mungkin yang berasal dari suku tertentu. Lebih parah lagi jika ‘ingin menikah’ di sini berarti : ingin menikahi ukhti A, B atau C. Yang jenis ini bukan berarti tidak boleh. Hanya saja, kurang elegan.
Lalu bagaimana dengan siap menikah? Siap menikah bagi seorang akhi berarti kesiapan dari sisi subjektif dirinya. Artinya, ia akan mengukur kemampuan dirinya untuk memimpin rumahtangga, tanpa banyak terpengaruh faktor siapa yang akan mendampinginya. Dengan bahasa lain, dia punya kesimpulan : ” yang penting ana harus siap dan baik dulu, siapapun istri ana dan bagaimanapun dia, toh ana juga yang harus membimbingnya “. Yang jenis ini lebih elegan. Artinya siap mental dalam menikah.
Nah kembali ke cerita sang akhi yang selain ingin, juga siap untuk menikah. Sang murobby yang dikonfirmasi pun menyambut permintaan ini dengan semangat. Betapa tidak? bukankah menjodohkan adalah sebuah amalan mulia. Apalagi yang dijodohkan adalah ikhwan dan akhwat yang masing-masing mempunyai misi dan visi untuk dakwah?
Maka dimulailah proyek perjodohan yang indah dan terjaga oleh sang Murobby. Dari mulai tukar biodata sampai ta’aruf belum terlihat ada masalah. Namun ketika sang murobby mengkonfirmasi kesediaan sang akhwat, ternyata sang akhwat menolak. Entah sang akhwat punya alasan apa, yang jelas ia hanya bisa beralasan pada sang murrobby :” Afwan ustad, saya masih mau melanjutkan sekolah dulu..”
Terpukul hati sang akhi mendengar jawaban sang akhwat. Pikirnya dalam hati, mengapa kalau masih mau sekolah ia bersedia memberikan biodatanya dan bahkan sampai proses taaruf ?
Sang murrobby pun merasakan hal yang sama. Ada apa gerangan di balik penolakan ini ?.
Sang Akhi beritikad baik untuk tetap menikah. Sang murrobby pun kembali dengan senang hati membantu sang akhi. Dilalui proses dari awal sebagaimana yang pertama tadi. Namun sayang seribu sayang. Kasus penolakan yang pertama kembali terulang. Masih dengan alasan yang sama : sang akhwat masih mau melanjutkan sekolah.
Pusing kembali melanda sang akhi kita ini. Dicobanya sekian kali untuk berinstropeksi: Adakah yang salah dalam biodatanya ? Atau ada kesalahan kah saat taaruf kemarin ? Ah , rasa-rasanya semuanya begitu lancar, tak ada masalah.
Atau masalah penampilan fisik?. Ah, benarkah itu masih menjadi kriteria yang prinsip di jaman ini? . Sang akhi bingung, ia benar-benar belum menemukan jawaban yang tepat atas kasus penolakan dirinya.
Sang murroby tampaknya ikut merasa bertanggung jawab dengan penolakan tersebut. Mungkin karena merasa kasihan dengan dua kali penolakan tersebut, sang murrobby pun berinisiatif untuk ambil langkah yang lain. Kebetulan ia mempunyai adik perempuan yang juga seorang akhwat. Maka setelah mengadakan briefing yang intensif terhadap sang adik, dimulailah proses perjodohan keduanya. Biodata adik sang murroby pun berpindah ke tangan sang akhi ini. Dengan seksama di baca semua point di dalamnya. Tidak lupa dua lembar foto ukuran post card juga diperhatikan agak lama.
Sang Murobby yang juga kakak sang akhwat terburu-buru untuk menanyakan kesediaan sang akhi untuk meneruskan proses.
“Gimana akhi, antum bersedia melanjutkan proses ini kan? “
Sang akhi bingung bukan kepalang. Ada perasaan kurang sreg dalam dadanya. Lebih-lebih saat melihat dua lembar foto sang akhwat. Diulang-ulang kembali, sama saja. Ada rasa kurang berkenan yang muncul terus menerus dan mengganggu.
“Gimana Akhi, sudah siap untuk meneruskan prosesnya ? “
Pertanyaan sang murobby menambah kegalauannya. Keringat dingin mulai menetes dari dahinya. Ia menunduk agak lama.
Sang akhi merenung sejenak, berinstropeksi. Sejurus kemudian ia mulai mengangkat kepala. Tersenyum. Baru sekarang ia tahu alasan mengapa dua akhwat yang terdahulu menolak dirinya: kriteria fisik !! Kriteria fisik , kedengarannya memang lucu. Tapi ternyata ia selalu menjadi begitu kontemporer. Selalu saja ada di mana saja dan kapan saja.
“Gimana akhi, bisa di jawab sekarang?? “
Dengan sedikit berdehem, sang akhi menjawab,
“Afwan Ustad, setelah saya pikir-pikir, nampaknya saya ” masih mau melanjutkan sekolah ” saja ustad … “
Lemes tubuh sang murrobby. Namun ia pun tak bisa berbuat apa-apa. Dalam hati ia berkata : Dasar aktifis jaman kini, masih teguh mempertahankan kriteria fisik!!!. Andakah salah satunya?